Senin, 26 Agustus 2013

Janji Yang Harus di Bayar

Searang sudah masuk siang dan terus mengerjakan pekerjaan rutin. Sambil mendengarkan "Bed ofRoses"nya Bon Jovi, terus mata ini membaca dan tangan mencoret sesuatu untuk menyelasaikan pekerjaan rutin. Tiba-tiba staf saya masuk dengan agak gugup dengan nada yang tidak biasa. Dia membawa secarik kertas, dengan nada yang sangat diatur menyampakan sesuatu kepada saya. "Pak, temen2 tadi dibagian A mau menghadap Bapak" begitu pembukaannya. Saya langsung bilang, "ya, silahkan, kan biasanya langsung aja". Ternyata staf saya bilang bahwa temen2 ini segan karena takut gak sopan. Ada sesuatu di kertas itu yang berisikan daftar nama 6 orang. Ternyata daftar tersebut berisi nama yang waktu lebaran kemarin bekerja tanpa libur. Lebih kagetnya lagi, ketika disampaikan bahwa saya pernah berjanji akan memberikan bonus kepada staf saya untuk menambah semangat mereka sewaktu memberikan pelayanan kepada masyarakat ketika lebaran. dalam hati saya mengucap "Astagfirullah, saya kok bias lupa dengan janji saya sampai lebaran sudah lewat 2 minggu saya belum menunaikan janji saya. Dan untungnya coordinator staf saya memberanikan diri mengingatkan saya. Ada dua hal yang bias saya ambil pelajaran dari kejadian ini. Pertama, saya masih dilindungi Allah SWT, karena janji saya terhadap staf saya masih diberikan kesempatan untuk menunaikannya. Allah SWT berfirman: "(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa." Dalam sisi lain, Islam juga mencela bagi mereka yang menghianati amanat. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya binatang(makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, kerana mereka itu tidak beriman. (iaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dengan mereka, sesudah itu mereka menghianati janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya)." Ada ungkapan yang menyebutkan bahawa janji itu adalah hutang. Oleh kerana itu harus dipenuhi. Disamping itu, janji juga akan diminta pertanggungjawabannya. Allah SWT berfirman, "Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya." Atau, dalam firman-Nya yang lain, "Dan tepatilah perjanjian dengan Allah, apabila kalian berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) sesudah meneguhkannya." Oleh kerana itu, siapa saja yang telah berjanji kepada sesama manusia, entah itu berkenaan dengan janji membayar hutang, memenuhi undangan, berkumpul di suatu tempat dan sebagainya, maka janji-janji itu harus dipenuhi dan tak boleh diingkari. Rasulullah saw bersabda, "Ada tiga hal, siapa yang berada di dalamnya, maka dia adalah orang munafik, meskipun dia solat, puasa, haji, berkata bahawa dirinya adalah seorang muslim. Tiga hal tersebut adalah: apabila berbicara berbohong, apabila berjanji mengingkari, dan apabila diberi amanat, berkhianat." Termasuk menepati janji yang perlu diperhatikan adalah membayar hutang. Kerana, membayar hutang memiliki kedudukan yang kuat di sisi Allah SWT. Maka, siapa yang telah berhutang, hendaklah ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memenuhi hutang tersebut, dan Allah akan menjamin pelunasan hutangnya. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda, "Tiga hal yang merupakan kewajiban Allah untuk memberikan pertolongan, yaitu seorang budak mukatab yang berusaha melunasi dirinya, orang yang menikah kerana menjaga kehormatan dan orang yang berjihad di jalan Allah." Hadis di atas memberi penjelasan bahawa Allah memberi uzur (pelepasan) bagi orang yang kesulitan membayar hutang kerana keadaan yang sulit atau kerana adanya musibah. Adapun bagi mereka yang mampu melunasi, tetapi tidak segera membayarkannya, maka hal ini termasuk sikap meremehkan dan kemewahan yang dibenci. Sementara, mereka yang berhutang dan berniat tidak mengembalikannya, ini termasuk orang yang merosak janji. Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang mengambil harta manusia, kerana ingin ditunaikan kepada yang berhak, nescaya Allah akan menyampaikannya. Namun barangsiapa mengambil harta manusia kerana ingin dihilangkannya. Maka Allah akan menghilangkannya." Yang kedua, saya melihat coordinator di bawah saya, bias menjadi pemimpin yang amanah dengan mengingatkan atasannya (saya) dan memperjuangkan hak bawahannya, walaupun pasti sangat berat untuk mencoba memberanikan diri mengingatkan atasannya. Padahal sayapun tidak keberatan diingatkan, namun pasti staf saya berat akan mengingatkan saya. Sikap seperti ini harus ada disetiap pemimpin seperti staf saya, dan saya hari ini belajar banyak dari beliau tentang tanggung jawab yang dipikulnya. Kepemimpinan adalah amanah, sehingga orang yang menjadi pemimpin berarti ia tengah memikul amanah. Dan tentunya, yang namanya amanah harus ditunaikan sebagaimana mestinya. Dengan demikian tugas menjadi pemimpin itu berat, sehingga sepantasnya yang mengembannya adalah orang yang cakap dalam bidangnya. Karena itulah Rasulullah melarang orang yang tidak cakap untuk memangku jabatan karena ia tidak akan mampu mengemban tugas tersebut dengan semestinya. Rasulullah juga bersabda:“Apabila amanah telah disia-siakan, maka nantikanlah tibanya hari kiamat. Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan menyia-nyiakan amanah? Beliau menjawab: ‘Apabila perkara itu diserahkan kepada selain ahlinya, maka nantikanlah tibanya hari kiamat”. ” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 59) Dan saya hari ini mendapatkan kebahagiaan, sadar bahwa saya mempunyai staf yang amanh dan sadar bahwa saya diingatkan akan janji yang hamper saya lupakan.Alhamdulillah saat ini saya sudah mendapakan hikmah baru lagi
saya untuk menuju Hati yang Juara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar